TARAKAN - Monyet hidung panjang atau biasa disebut Bekantan sepertinya mulai tidak betah di habitatnya. Ikon pariwisata Tarakan ini, kini sering muncul di pemukiman warga. Seringnya penampakan Bekantan liar di pemukiman warga diduga dipicu oleh pertumbuhan pemukiman dan aktivitas perambahan hutan.
"Kami tidak bisa asal memasukkan Bekantan liar dari hutan ke KKMB, karena primata sejenis bekantan ini suka hidup berkelompok," ungkap Rusmiati SE, Kabid Pengembangan Budaya dan Pariwisata Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Tarakan.
Dijelaskan, ketika Bekantan dari di luar masuk ke KKMB, maka besar kemungkinan akan diserang oleh kelompok yang sudah lama ada di KKMB.
Karena itu, ia mengingatkan semua pihak agar ikut menjaga keberlangsungan habitat asli primata dilindungi tersebut agar tidak tergeser oleh pertumbuhan pemukiman yang terus meningkat.
Selama ini, lanjutnya, Disbudparpora Tarakan lebih cenderung mengelola aset KKMB. Namun, untuk pelestarian Bekantan bukanlah wewenangnya."Kami tidak bisa asal memasukkan Bekantan liar dari hutan ke KKMB, karena primata sejenis bekantan ini suka hidup berkelompok," ungkap Rusmiati SE, Kabid Pengembangan Budaya dan Pariwisata Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Tarakan.
Dijelaskan, ketika Bekantan dari di luar masuk ke KKMB, maka besar kemungkinan akan diserang oleh kelompok yang sudah lama ada di KKMB.
Karena itu, ia mengingatkan semua pihak agar ikut menjaga keberlangsungan habitat asli primata dilindungi tersebut agar tidak tergeser oleh pertumbuhan pemukiman yang terus meningkat.
Disbudparpora juga mengamati, selama ini masih banyak Bekantan yang hidup berkelompok di luar kawasan koservasi. Bahkan, tak jarang ada yang tinggal di hutan lindung tak jauh dari pemukiman warga.
Untuk Bekantan di KKMB informasinya ada sekitar 32 ekor, sedangkan di luar KKMB kami tidak tahu berapa persis jumlahnya. Sebelum berkembangbiak di KKMB, bekantan yang ada sebelumnya di datangkan dari luar kawasan, namun butuh waktu lama untuk beradaptasi hingga mampu bertahan dan berkembang biak di KKMB.
Dikonfirmasi terpisah Drh Sukamto-Kabid Keswan Kesmavet Dinas Peternakan dan Tanaman Pangan (Disnaktan) Tarakan pun turut menanggapi fenomena masih banyaknya bekantan yang hidup di luar KKMB.
"Bekantan adalah endemik Kalimantan, bahkan sampai ke Serawak Malaysia. Wajar saja, bahkan sebelum ada KKMB, habitat liar bekantan sudah ada di hutan," urainya.
Sukamto mengatakan, saat ini tinggal bagaimana masyarakat menyikapi agar habitat Bekantan di luar KKMB tetap terjaga. Upaya yang seharusnya dilakukan salah satunya jangan melakukan perambahan hutan atau merusak hutan yang secara otomatis mengancam habitat Bekantan.
Binatang yang juga terancam punah ini, jika dilihat perkembanganya masih mampu berkembang biak dengan normal, meski dari segi perilaku Bekantan adalah hewan pemalu ketika dekat dengan manusia.
Sukamto menilai, keberadaan bekantan liar di Tarakan sudah mulai terdesak oleh pemukiman yang terus berkembang. Sehingga jumlahnya tidak terlalu banyak, karena hutan di Tarakan sendiri luasnya sudah sangat terbatas, mangrove juga banyak tergusur dari aktivitas masyarakat.
Dari laporan masyarakat, binatang ini seringkali dijumpai di hutan salah satunya hutan yang ada di belakang Gedung Gabungan Dinas (Gadis), hutan di belakang Universitas Borneo Tarakan (UBT) dan hutan kota lainya. Namun diperkirakan jumlahnya tidak lebih banyak dari jumlah yang ada di dalam KKMB.
Terkait upaya pemindahan bekantan liar, Sukamto mengaku jika dilihat jumlah yang sesuai dengan daya dukung habitat, maka tidak perlu dipindahkan. Namun ketika keterbatasan habitat tidak sebanding dengan pertumbuhan populasi, maka akan berakibat menurunnya pakan mereka. Sehingga perlu penanganan, baik pemindahan ataupun upaya lainya.
Dipaparkan, istilah konservasi dibagi dua pemahaman, yakni Eks Situ dan In Situ. Eks Situ yang berarti di luar habitat asli, baik di kebun binatang dan lainya.
Sedangkan In situ yang berarti di dalam habitat asli dari Bekantan tersebut. Mengingat model konservasi Bekantan di Tarakan adalah In Situ (sesuai dengan habitatnya) maka upaya yang perlu dilakukan untuk mempertahankan Bekantan salah satunya daya dukung kebutuhan hidup mereka bisa tercukupi. Selain itu, upaya lain yang bisa dilakukan adalah dengan meminimalisir tekanan atau gangguan dari luar khususnya masyarakat agar tidak memengaruhi habitat dan pertumbuhan bekantan.
Menurutnya kawasan di luar KKMB dapat dikategorikan sebagai kawasan konservasi bagi Bekantan dan primata lainya karena salah satu aset pemerintah khususnya hutan kota yang melarang masyarakat untuk merambah ataupun melakukan perusakan hutan tersebut.
Petugas konservasi kini juga dihadapkan dengan persoalan kesehatan primate tersebut. Untuk penyakit yang sering menyerang primata umumnya adalah Hepatitis. Dari pantauan Disnaktan yang sebelumnya pernah bekerjasama dengan pusat uji primata Institute Tekhnologi Bandung (ITB) menunjukkan dari uji sampel kotoran Bekantan banyak ditemukan telur-telur cacing.
"Artinya, ada cacing di dalam tubuh Bekantan, namun tidak terlalu membahayakan. Ataupun hingga mengancam perkembanganya," lengkapnya
( Sumber : JPNN.COM )
No comments:
Post a Comment