Tim forensik veteriner melakukan bedah bangkai (nekropsi) terhadap seekor Bekantan betina yang diduga mati akibat tersengat listrik di Jalan Adi Sucipto, Minggu (6/4). Nekropsi dilakukan di klinik hewan Dinas Kehewanan dan Peternakan Kalimantan Barat, Selasa (8/4) pukul 13.00.
HUIBERT Hendrian Umboh, satu dari empat dokter forensik veteriner mengatakan, setidaknya menemukan beberapa penyebab kematian mayet berhidung panjang itu. Diantaranya terdapat memar (contusio) pada bagian regio inguinalis akibat benda tumpul. Hal ini bisa disebabkan adanya benturan benda tumpul dengan tubuh monyet tersebut. “Ada kemungkinan sebelum jatuh ke tanah, Bekantan ini menghantam dahan pohon atau benda tumpul lainnya,” kata Huibert di dampingi tiga dokter hewan lainnya, Dwi Suprapti, Yudha Dwi Harsanto, dan Sony Hanyuwito, kemarin.
Dilanjutkan Huibert, selain memar, dalam saluran pencernakan (gastro intestinal) Bekantan itu terdapat akumulasi gas, pendarahan (hemorhagi) pada intercostae, tiga Alat gerak (extremitas) yaitu kedua kaki dan tangan kanan terdapat luka bakar (otot dan kulit) disertai pendarahan dan pengelupasan kulit yang masif, pulmo lobus dextra terdapat flek hitam dan pendarahan, lambung berisi pakan penuh, sementara usus tidak berisi pakan.
Berdasarkan hasil nekropsi tersebut, lanjut Huibert, tim forensic veteriner menyimpulkan bahwa kematian Bekantan disebabkan kejutan listrik bertegangan tinggi yang menyebabkan gagalnya pacu jantung (aritmia) sehingga sirkulasi darah tidak lancar disertai dengan gagalnya inspirasi (pernapasan) dan dehidrasi Berat.
Sementara itu, P Somasir, Kepala Seksi Wilayah III Singkawang, BKSD Kalimantan Barat mengatakan, nekropsi ini bagian dari berita acara sebelumnya. Dimana nekropsi tersebut untuk mengetahui penyebab kematian bekantan yang ditemukan warga di Jalan Adi Sucipto, kemarin. Menurut Samosir, setelah dilakukan nekropsi, makan jasad monyet berbulu coklat kemerahan ini akan dikuburkan di Manggala Agni di Rasau Jaya. “Setelah ini, jasad Bekantan ini akan langsung kita kuburkan di Maggala Agni Rasau Jaya,” katanya.
Dilanjutkan Samosir, Bekantan merupakan satwa endemik Pulau Kalimantan yang tidak ditemukan di pulau lain. “Bekantan ini adalah salah satu satwa yang dilindung oleh undang-undang, sekaligus sebagai satwa endemik Kalimantan. Kasus kematian satwa dilindungi membuat kita miris,” katanya.
Sebelum mati, Bekantan yang diperkirakan berusia 2,5 tahun ini ditemukan kritis dan sempat dilakukan penanganan medis untuk menyelamatkan satwa tersebut. Namun sayang, Bekantan itu akhirnya mati pada Minggu (6/4) tepat pukul 24.00.
Menurut Dwi Suprapti dari WWF-Indonesia, bekantan tersebut mengalami luka bakar (vulnus combustion) 40% dengan derajat ringan sampai dengan sedang. Pemeriksaan fisik terjadi kekakuan otot dan alat gerak akibat sengatan listrik tegangan tinggi.Selain itu, lanjut Dwi, akibat sengatan listrik tegangan tinggi itu, mengakibatkan alat gerak baik kaki dan tangan kanan tidak lagi berfungsi normal. Hal itu kemudian diperparah dengan traumatik akibat jatuh ketinggian. Disamping itu, saluran pencernaan Bekantan tersebut kosong, memungkinkan Bekantan dalam kondisi lapar dan sedang mencari makan.Dijelaskan Dwi, pada pemeriksaan Bekantan saat sebelum penanganan adalah 37,5ºC, kemudian terjadi penurunan suhu hingga 36,5ºC 2 jam pasca penanganan. “Pada Pukul 23.00, terjadi hypersalivasi tampak rasa cemas yang berlebihan yang ditandai dengan Bekantan mulai bergerak dan gelisah. Selanjutnya pada Pukul 24.00, Bekantan dijumpai dalam keadaan mati,” kata Dwi. (arf)
(Copas berita dan foto dari : Pontianak Post)
No comments:
Post a Comment