Anak Beantan makan buah ketapi |
Indonesia memiliki kekayaan satwaliar yang unik dan endemik.
Orangutan dan Komodo adalah dua jenis yang populer. Namun, ada jenis
lainnya yang hanya ada di sebuah pulau di Indonesia dan tampaknya telah
dilupakan, bahkan oleh orang Indonesia sendiri, yaitu Bekantan (Nasalis
larvatus).
Berbeda dengan Orangutan yang dapat ditemukan di berbagai lokasi di Pulau Kalimantan dan Sumatra, Si Hidung Besar (julukan untuk monyet ini) hanya endemik di Kalimantan. Mereka suka menjelajahi hutang mangrove. Namun, hilang dan berkurangnya habitat ini telah mengurangi populasi mereka yang hanya tersisa ribuan ekor itu.
Di Banjarmasin, ibu kota Kalimantan Selatan, wisatawan dapat berperahu sepanjang perairan untuk mengunjungi banyak pulau yang tersebar di seluruh Kalimantan. Salah satu pulau yang menjadi rute adalah Pulau kaget. Penduduk setempat menyebut Pulau Kaget karena sering melihat bekantan secara tiba-tiba di sana.
Pulau Kaget bukan hanya menjadi habitat bekantan, melainkan dua jenis monyet lainnya, yaitu Lutung Kalimantan dan monyet pada umumnya. Alasan lain mengapa Pulau Kaget disukai oleh kelompok monyet adalah hutan mangrovenya yang lebat. Bekantan hidup di hutan dengan tingkat kerapatan pohon yang tinggi.
Kawasan hutan bakau di sepanjang Pantai Selatan Kalimantan menjadi habitat ideal karena pohonnya lebat dan airnya sedikit. meskipun mereka adalah perenang yang mahir, bekantan lebih suka berdiam di pohon.
Setelah
tiba di pulau itu, kami merasa tidak mungkin monyet itu hidup di Pulau
Kaget. Pulau ini hampir tandus
dan tak ada pohonnya. Penduduk setempat telah mengubahnya menjadi sawah. Banyak lahan di pulau ini yang sudah rata menjadi tanah. Pohon-pohonnya menjadi sedikit, dan monyet yang sudah terlanjur berkembang biak di sana dipaksa untuk mencari rumah baru.
Berbeda dengan Orangutan yang dapat ditemukan di berbagai lokasi di Pulau Kalimantan dan Sumatra, Si Hidung Besar (julukan untuk monyet ini) hanya endemik di Kalimantan. Mereka suka menjelajahi hutang mangrove. Namun, hilang dan berkurangnya habitat ini telah mengurangi populasi mereka yang hanya tersisa ribuan ekor itu.
Di Banjarmasin, ibu kota Kalimantan Selatan, wisatawan dapat berperahu sepanjang perairan untuk mengunjungi banyak pulau yang tersebar di seluruh Kalimantan. Salah satu pulau yang menjadi rute adalah Pulau kaget. Penduduk setempat menyebut Pulau Kaget karena sering melihat bekantan secara tiba-tiba di sana.
Pulau Kaget bukan hanya menjadi habitat bekantan, melainkan dua jenis monyet lainnya, yaitu Lutung Kalimantan dan monyet pada umumnya. Alasan lain mengapa Pulau Kaget disukai oleh kelompok monyet adalah hutan mangrovenya yang lebat. Bekantan hidup di hutan dengan tingkat kerapatan pohon yang tinggi.
Kawasan hutan bakau di sepanjang Pantai Selatan Kalimantan menjadi habitat ideal karena pohonnya lebat dan airnya sedikit. meskipun mereka adalah perenang yang mahir, bekantan lebih suka berdiam di pohon.
(foto : Republika Online) |
dan tak ada pohonnya. Penduduk setempat telah mengubahnya menjadi sawah. Banyak lahan di pulau ini yang sudah rata menjadi tanah. Pohon-pohonnya menjadi sedikit, dan monyet yang sudah terlanjur berkembang biak di sana dipaksa untuk mencari rumah baru.
Perairan yang memisahkan pulau-pulau itu menjadi dangkal.
Beberapa monyet di Pulau Kaget juga mati karena kurangnya sumber daya
pakan. Pohon-pohon yang sudah jarang tak cukup menyembunyikan tubuh
mereka dari bahaya, dan sumber makanan mereka menurun drastis. Bekantan
lebih suka hidup berkelompok dan susah berbaur dengan monyet lain,
sehingga mereka dipaksa untuk memperjuangkan wilayahnya sebab populasi
monyet lain lebih dominan sehingga populasi bekantan cepat menurun.
Hilangnya
habitat bekantan, salah satunya di Pulau Kaget adalah penyebab paling
umum menurunnya populasi mereka. Masalah ini sudah umum terjadi di
seluruh Pulau Kalimantan.
Pembukaan lahan pertanian, kehutanan,
dan pembangunan perkotaan dengan cepat mengurangi keanekaragaman hayati
di sini. Indonesia adalah produsen minyak yang besar, kayu, juga sumber
daya lainnya. Untuk alasan ini, pertanian dan proyek industri menjadi
sektor umum yang menguasai Kalimantan. Namun, efeknya terhadap hutan dan
satwaliar sangat buruk. Jumlah bekantan dalam 5-10 tahun terakhir turun
drastis dari 20 ribu ekor menjadi tujuh ribu ekor. Studi terbaru
menunjukkan bahwa pada 16 Mei 2013, ada 5.907 ekor bekantan yang
tersisa. Dalam 14 tahun, bekatan diproyeksikan akan punah.
Untuk
menggali sumber daya alam di dalam perut bumi Kalimantan, pohon-pohon
ditebang dan tanah dikeruk. Itu berarti bekantan telah kehilangan
habitatnya dan mereka dipaksa untuk pindah ke daerah lainnya yang tidak
ideal untuk menjadi habitat baru, sehingga mereka sulit beradaptasi.
Penduduk membuat banyak pemukiman baru di Pulau Kaget, monyet lainpun
terpaksa pergi, mereka diusir dari habitat alami mereka.
Sekarang,
mereka hanya terbatas tinggal di daerah-daerah terpencil di Kalimantan
yang masih memiliki pohon lebat. Sebagian besarnya susah menemukan rumah
baru dan berujung pada kematian.
Jika bekantan harus bermigrasi,
mereka membutuhkan bantuan pohon. Meskipun bekantan sering bersantai di
tanah dan bisa berjalan kaki, namun mereka sudah terbiasa bergelayut
dari satu pohon ke pohon lainnya.
Menurunnya jumlah pohon
membatasi sejauh mana perjalanan mereka. Di Banjarmasin, penduduk
setempat bahkan menemukan bekantan tinggal di rumah sakit jiwa. Kesannya
sangat mengerikan, karena mereka tidak punya habitat lain untuk pindah.
Jalan mereka terhalang oleh pembangunan perkotaan, bahkan jika mereka
bisa pergi, siapa yang bisa menjamin ada sumber daya yang cukup untuk
mempertahankan diri mereka? Ini sama sekali tidak ada yang menjamin.
Penduduk setempat bahkan membunuh bekantan dalam kegiatan berburu,
bahkan mereka mengonsumsinya sebagai obat. Masyarakat tidak tahu bahwa
maskot provinsi mereka dalam keadaan terancam punah.
Bekantan
adalah simbol budaya kita. Ini adalah hewan endemik negara kita. Namun,
belum ada gerakan nasional konservasi hewan-hewan langka. Meskipun
bekantan kurang populer dibandingkan Orangutan dan Komodo yang sudah
sering diliput media dan televisi, satwaliar yang satu ini tetap butuh
perhatian kita.
Mereka mengapa begitu penting? Mengapa kita tak
bisa membantu hewan endemik kita sendiri? Mengapa? Alasannya karena
dimasa depan, ketika mereka punah, kita tidak akan bisa melihat satupun
dari mereka.
Kita telah kehilangan begitu banyak spesies karena
tindakan manusia. Haruskah kita mengorbankan yang lain lagi untuk
kebutuhan pribadi kita? Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah
waspada. Ini adalah langkah pertama, yaitu Proyek Bekantan yang akan
mengembalikan populasi satwa liar yang tengah sekarat ini. Tetap ikuti
kami yang terus berupaya menyelamatkan Bekantan di Indonesia.
--------------------------------------
Sumber : Republika Online foto : hkm
No comments:
Post a Comment